KUDA LUMPING


Kesenian Tradisional Indonesia Bernuansa Magis



Ada satu permainan…
Permainan, unik sekali…
Orang naik kuda, tapi kuda bohong….
Namanya kuda lumping.....
Itu kuda lumping, kuda lumping, kuda lumping lompat-lompatan....
Sebait potongan lagu dangdut milik Rhoma Irama di atas terinspirasi dari permainan kesenian rakyat, tari kuda lumping, yang hingga kini masih tumbuh berkembang di banyak kelompok masyarakat di nusantara. Tarian tradisional yang dimainkan secara ”tidak berpola” oleh rakyat kebanyakan tersebut telah lahir dan digemari masyarakat, khususnya di Jawa, sejak adanya kerajaan-kerajaan kuno tempo doeloe. Awalnya, menurut sejarah, seni kuda lumping lahir sebagai simbolisasi bahwa rakyat juga memiliki kemampuan (kedigdayaan) dalam menghadapi musuh ataupun melawan kekuatan elite kerajaan yang memiliki bala tentara. Di samping, juga sebagai media menghadirkan hiburan yang murah-meriah namun fenomenal kepada rakyat banyak.
Kini, kesenian kuda lumping masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi. Hingga saat ini, kita tidak tahu siapa atau kelompok masyarakat mana yang mencetuskan (menciptakan) kuda lumping pertama kali. Faktanya, kesenian kuda lumping dijumpai di banyak daerah dan masing-masing mengakui kesenian ini sebagai salah satu budaya tradisional mereka. Termasuk, disinyalir beberapa waktu lalu, diakui juga oleh pihak masyarakat Johor di Malaysia sebagai miliknya di samping Reog Ponorogo. Fenomena mewabahnya seni kuda lumping di berbagai tempat, dengan berbagai ragam dan coraknya, dapat menjadi indikator bahwa seni budaya yang terkesan penuh magis ini kembali ”naik daun” sebagai sebuah seni budaya yang patut diperhatikan sebagai kesenian asli Indonesia.
Dipecut, Makan Beling dan Semburan Api
Entah hal apa yang bisa membuat para pemainnya ini seperti orang kesurupan. Dilihat dari cara permainannya, para penari kuda lumping seperti mempunyai kekuatan maha besar, bahkan terkesan memiliki kekuatan supranatural. Kesenian tari yang menggunakan kuda bohong-bohongan terbuat dari anyaman bambu serta diiringi oleh musik gamelan seperti; gong, kenong, kendang dan slompret ini, ternyata mampu membuat para penonton terkesima oleh setiap atraksi-atraksi penunggan (penari) kuda lumping. Hebatnya, penari kuda lumping tradisional yang asli umumnya diperankan oleh anak putri yang berpakaian lelaki bak prajurit kerajaan. Saat ini, pemain kuda lumping lebih banyak dilakoni oleh anak lelaki.
Bunyi sebuah pecutan (cambuk) besar yang sengaja dikenakan para pemain kesenian ini, menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan mistis yang bisa menghilangkan kesadaran si-pemain. Dengan menaiki kuda dari anyaman bambu tersebut, penunggan kuda yang pergelangan kakinya diberi kerincingan ini pun mulai berjingkrak-jingkrak, melompat-lompat hingga berguling-guling di tanah. Selain melompat-lompat, penari kuda lumping pun melakukan atraksi lainnya, seperti memakan beling dan mengupas sabut kelapa dengan giginya. Beling (kaca) yang dimakan adalah bohlam lampu yang biasa sebagai penerang rumah kita. Lahapnya ia memakan beling seperti layaknya orang kelaparan, tidak meringis kesakitan dan tidak ada darah pada saat ia menyantap beling-beling tersebut.


Jika dilihat dari keseluruhan permainan kuda lumping, bunyi pecutan yang tiada henti mendominasi rangkaian atraksi yang ditampilkan. Agaknya, setiap pecutan yang dilakukan oleh sipenunggang terhadap dirinya sendiri, yang mengenai kaki atau bagian tubuhnya yang lain, akan memberikan efek magis. Artinya, ketika lecutan anyaman rotan panjang diayunkan dan mengenai kaki dan tubuhnya, si penari kuda lumping akan merasa semakin kuat, semakin perkasa, semakin digdaya. Umumnya, dalam kondisi itu, ia kan semakin liar dan kuasa melakukan hal-hal muskil dan tidak masuk diakal sehat manusia normal.
Semarak dan kemeriahan permainan kuda lumping menjadi lebih lengkap dengan ditampilkannya atraksi semburan api. Semburan api yang keluar dari mulut para pemain lainnya, diawali dengan menampung bensin di dalam mulut mereka lalu disemburkan pada sebuah api yang menyala pada setangkai besi kecil yang ujungnya dibuat sedemikian rupa agar api tidak mati sebelum dan sesudah bensin itu disemburkan dari mulutnya. Pada permainan kuda lumping, makna lain yang terkandung adalah warna. Adapun warna yang sangat dominan pada permaian ini yaitu; merah, putih dan hitam. Warna merah melambangkan sebuah keberanian serta semangat. Warna putih melambangkan kesucian yang ada didalam hati juga pikiran yang dapat mereflesikan semua panca indera sehingga dapat dijadikan sebagai panutan warna hitam.
Sebagai sebuah atraksi penuh mistis dan berbahaya, tarian kuda lumping dilakukan di bawah pengawasan seorang ”pimpinan supranatural”. Biasanya, pimpinan ini adalah seorang yang memiliki ilmu ghaib yang tinggi yang dapat mengembalikan sang penari kembali ke kesadaran seperti sedia kala. Dia juga bertanggung-jawab terhadap jalannya atraksi, serta menyembuhkan sakit yang dialami oleh pemain kuda lumping jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dan menimbulkan sakit atau luka pada si penari. Oleh karena itu, walaupun dianggap sebagai permainan rakyat, kuda lumping tidak dapat dimainkan oleh sembarang orang, tetapi harus di bawah petunjuk dan pengawasan sang pimpinannya.
Perlu Terus Dipelihara dan Dikembangkan
Secara garis besar, begitu banyak kesenian serta kebudayaan yang ada di Indonesia diwariskan secara turun-menurun dari nenek moyang bangsa Indonesia hingga ke generasi saat ini. Sekarang, kita sebagai penerus bangsa merupakan pewaris dari seni budaya tradisional yang sudah semestinya menjaga dan memeliharanya dengan baik. Tugas kita adalah mempertahankan dan mengembangkannya, agar dari hari ke hari tidak pupus dan hilang dari khasanah berkesenian masyarakat kita.
Satu hal yang harus kita waspadai bahwa Indonesia masih terus dijajah hingga sekarang dengan masuknya kebudayaan asing yang mencoba menyingkirkan kebudayaan-kebudayaan lokal. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa bangkitlah bersama untuk mengembalikan kembali kebudayaan yang sejak dahulu ada dan jangan sampai punah ditelan zaman modern ini. Untuk itu, kepada Pemerintah dan masyarakat diharapkan agar secara terus-menerus menelurusi kembali kebudayaan apa yang hingga saat ini hampir tidak terdengar lagi, untuk kemudian dikembangkan dan dilestarikan kembali nilai-nilai kebudayaan Indonesia. (Teks & foto Yosef)




Untuk selengkapnya Info wisata silahkan Hububgi ke :






PT. Indonesia Paradise Tours
Ruko Grand Bintaro Blok A-7
Jl. Bintaro Permai Raya, Bintaro
Pesanggrahan – Jakarta 12320
Hp. 08999282705 .
Tel.  +62 21 73885036, 7340682
Fax. +62 21 7341494
           - faris@indietours.co.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

UPACARA KABASARAN DI WATU PINAWETENGAN


Ritual Magis Menaklukan Persoalan yang Menghimpit



Iring-iringan pasukan berkuda lengkap dengan segala peralatan perang seperti tombak besi, pedang tebal panjang (kolabrasi samurai dan peda – pedangnya orang Minahasa), dan terompet (sebagai alat perintah/penanda). Juga tidak ketinggalan dibawa serta berbagai simbol-simbol ilmu gaib antara lain tengkorak kain merah, mulut burung taon (burung alo) dan bendera yang menghiasi pakaian pimpinan para pasukan Kabasaran dari sembilan etnis Minahasa.
Barisan pasukan tersebut memasuki arena pelaksanaan ritual adat Minahasa di kawasan megalith Watu Pinawetengan dan Watu Tumotowa desa Pinabetengan, Tompaso Kabupaten Minahasa. Mereka akan melakukan “pembersihan” dari semua yang jelek di lokasi tempat pelaksanaan ritual tahunan ini.
Sementara itu tokoh-tokoh adat Minahasa berdiri sejajar menghadap Watu Pinawetengan. Salah satu pimpinan upacara ritual adat Minahasa berucap-ucap dengan lantang menggunakan bahasa makatana, memohon kepada yang empunya langit dan bumi (empung wailan) agar sekirannya merestui berlangsungnya upacara adat Minahasa yang sedang dilaksanakan itu. Ketika Explore Indonesia turut menyaksikan ritual tersebut, suasana magis bahkan sudah tampak terasa sejak saat memasuki desa wisata Pinabetengan, suatu desa megalith 50 kilometer arah selatan dari Kota Manado.
Nuansa “pembersihan dari semua yang jelek” kental terasa ketika menyaksikan para penari perang Kabasaran. Mereka tampil dengan wajah penuh amarah, kejam, beringas. Tokoh yang keras dan juga kokoh seakan takkan terkalahkan terpancar dari wajah mereka yang menggambarkan perlawanan, tidak mau ditindas atau dianiaya, melakukan pembelaan dan mempertahankan eksistensinya. Gerakan-gerakan badan, ayunan pedang, dan tusukan tombak, semuanya merefleksikan puncak kemarahan dari para penari Kabasaran itu. Hingga tiba pada tahapan akhir pertempuran yang menandakan semua yang jelek telah pergi, terusir tiada berdaya, kalah atau menyerah.
Uniknya, upacara ritual adat kali ini selain dihadiri oleh sejumlah Tou (orang penting) Minahasa yang menjabat di birokrasi pemerintahan, juga terlihat sejumlah pengusaha dan tokoh nasional. Di antara mereka nampak Benny Mamoto, Benny Tengker, DR. Bert Supit, Syenny Watoelangkow, dan Tommy Turangan SH, yang saat ini disebut Tonaas (yang dituakan, yang diteladani). Kesemuannya diwakilkan dalam setiap etnis Minahasa. Ritual yang digelar pada bulan Juli 2008 lalu itu menarik perhatian bukan hanya penduduk dan masyarakat di sana akan tetapi juga disaksikan oleh beberapa wisatwan dan tokoh masyarakat asal Minahasa di rantau.
‘Barisan sejajar’ Tonaas ini diarak dan ‘dihantar’ oleh seorang tokoh adat Walian menuju alam Toar Lumimuut untuk memohon petunjuk  introspeksi diri terhadap diri mereka, rakyat mereka, bawahan mereka dan keluarga mereka. Banyak petuah disampikan oleh Walian dan ada yang diikuti oleh para Tonaas-tonaas. Salah satu petuah yang di minta kepada Toar Lumimuut adalah agar “bangsa minahasa” selalu hidup tentram, teratur, penuh persaudaraan sejati rukun dan damai.
Kai makagena-genangen
Karia un penginaleyen
Kai Mawuri en mahali
Mahali un keketa rondor
Demikian sepenggal syair lagu berbahasa Tounsea Minahasa. Banyak kalangan berpendapat bahwa ritual adat Minahasa seperti yang dilakukan di Watu Pinawetengan – Watu Tumotowa ini perlu dilestarikan. Hal ini dapat dijadikan landasan motivasi, spirit dan perlawanan penindasan terhadap orang Minahasa atas berbagai persoalan kekinian, antara lain kebodohan dan kemiskinan. Satu hal lagi yang amat menarik yakni dari sisi seninya sebagai obyek wisata budaya yang menggambarkan keragaman warna sosial di tanah Toar Lumimuut. Semua ini diharapkan menjadi bagian dari branding strategic, yakni pola “menjual sisi lain” obyek pariwisata yang unik dan menarik di Sulawesi Utara di tahun-tahun mendatang. (Fredy Tewu)



Untuk selengkapnya Info wisata silahkan Hububgi ke :






PT. Indonesia Paradise Tours
Ruko Grand Bintaro Blok A-7
Jl. Bintaro Permai Raya, Bintaro
Pesanggrahan – Jakarta 12320
Hp. 08999282705 .
Tel.  +62 21 73885036, 7340682
Fax. +62 21 7341494
           - faris@indietours.co.id




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

WISATA BUDAYA

PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI: Situ Babakan




Pesatnya perkembangan kota Jakarta mengakibatkan keaslian desa khas Betawi mulai hilang. Oleh karenanya masyarakat dengan didukung Pemerintah Daerah berusaha melestarikan kehidupan masyarakat dan budaya Betawi yang dipusatkan di Perkampungan Budaya Betawi – Situ Babakan – Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.
Di desa Situ Babakan yang diapit oleh dua situ (danau) ini masyarakat menetap dengan gaya hidup secara tradisional dan sangat sederhana. Masyarakat melestarikan budaya asli dan cara hidup dengan tradisi Betawi. Secara bersamaan mereka melakukan penghijauan lingkungan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui usaha pertanian dan berkesenian.
Potensi alam desa tersebut berupa dua situ (danau) yang diberi nama Situ Babakan dan Situ Mangga Bolong. Pengunjung dapat berkeliling danau dengan menggunakan sepeda air yang disewakan dengan tarif yang murah. Lingkungan alam yang sejuk dengan pepohonan rindang serta aneka tanaman buah dan tanaman hijau yang mengelilingi desa merupakan tempat yang cocok untuk beristirahat atau memancing di pinggir danau sambil menikmati suasana yang lain serta jauh dari hiruk-pikuk kota Jakarta.
Dapat disaksikan pula secara langsung aktivitas keseharian masyarakat setempat seperti budidaya ikan dalam keramba yang terdapat disepanjang pinggiran situ, memancing, bercocok tanam, berdagang, membuat kerajinan tangan serta membuat makanan dan minuman khas Betawi seperti dodol Betawi dan bir pletok.
Seni budaya Betawi seperti tari Cokek, tari Topeng, Lenong dan Ondel-ondel dipergelarkan di panggung terbuka setiap hari Sabtu dan Minggu. Pengunjung dapat menikmati kesenian ini atau bahkan ikut menari bersama.
WISMA BETAWI. Berfungsi sebagai penginapan, memiliki teras yang luas dengan 2 kamar tidur. Kamar tersebut masing-masing untuk pria dan wanita dengan kapasitas 6 orang dan memiliki kamar mandi terpisah. Terdapat pula kamar utama yang dilengkapi kamar mandi di dalam dan semua kamar bernuansa tradisi Betawi.



Untuk selengkapnya Info wisata silahkan Hububgi ke :






PT. Indonesia Paradise Tours
Ruko Grand Bintaro Blok A-7
Jl. Bintaro Permai Raya, Bintaro
Pesanggrahan – Jakarta 12320
Hp. 08999282705 .
Tel.  +62 21 73885036, 7340682
Fax. +62 21 7341494
           - faris@indietours.co.id



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SOLO

The Spirit of Java



Bengawan Solo,
Riwayatmu ini,
Sedari dulu jadi,
Perhatian insani…
Apakah masih ingat dengan lirik lagu keroncong terkenal Bengawan Solo? Itu adalah penggalan lirik yang terkenal hingga ke mancanegara. Solo atau Surakarta, yang dahulunya di awal kemerdekaan berstatus Keresidenan Surakarta telah berkembang menjadi kota yang kaya dengan peninggalan budaya Jawa. Solo, the spirit of Java. Itu adalah slogan yang melekat selain terkenal dengan semboyan BERSERI, yaitu Bersih, Sehat, Rapih dan Indah.
Kota Surakarta terletak di pertemuan antara jalur selatan Jawa dan jalur Semarang Madiun, yang menjadikan posisinya yang strategis sebagai kota transit. Jalur kereta api dari jalur utara dan jalur selatan Jawa juga terhubung di kota ini. Jarak antara Yogyakarta dengan Solo hanya sekitar satu jam menggunakan kendaraan maupun kereta api.
Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, Surakarta memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing.
Peninggalan sejarah dan kentalnya kebudayaan Jawa di kota Solo ini masih tampak jelas di setiap pojokan kota. Gapura khas keraton dengan lambang Keraton Surakarta “Radya Laksana” terdapat di beberapa lokasi, terutama di wilayah yang berdekatan dengan Keraton Surakarta. Radya Laksana sebagai lambang atau simbol Karaton Surakarta memiliki makna simbolis dan makna filosofis dalam kehidupan Karaton khususnya dan kehidupan masyarakat pada umumnya.
Radya Laksana dapat diartikan Jalan Negara dalam arti konsep-konsep untuk menjalankan negara yaitu Karaton Surakarta Hadiningrat. Selain secara harafiah, Radya Laksana memiliki makna sebagai ajaran dan patokan bagi siapapun yang memiliki watak Jiwa Ratu, Jiwa Santana, Jiwa Abdidalem, dan Kawuladalem yang berklebat ke Karaton yang berdasarkan pada Jiwa Budaya Jawa. Radya adalah negara. Yang disebut negara adalah bersatunya Ratu, putra Santana, Abdi dalem, kawula bangunan karaton, pemerintahan, daerah dan Pepundhen (segala sesuatu yang dihormati). Adapun Laksana berarti tindakan. Tindakan yang didasarkan pada Lahir dan Batin. Tindakan dalam bentuk batiniah harus dapat tercermin dalam wujud tindakan lahiriah.
Museum tentang sejarah dan peninggalan purbakala khas Kasunanan Surakarta juga terdapat di areal komplek keraton, salah satunya yang terkenal dan masih sering digunakan pada upacara adat Grebekan 1 Syawal kalender Islam adalah Kereta Kencana. Keunikan dari keraton ini adalah di kawasan Solo utara, yang ditata oleh pihak Mangkunagaran, dapat ditemui beberapa jejak arsitektur dengan sentuhan Eropa. Hal ini tampak dengan adanya patung-patung berornamen eropa. Ini merupakan salah satu bukti kejayaan Keraton dengan adanya hubungan diplomatik antara pihak keraton dengan pemerintah eropa pada masa dahulu.
Solo identik dengan batik sebagai pakaian khas kebesaran dan kebanggaan masyarakatnya. Batik tulis solo yang berkualitas halus di ekspor hingga ke mancanegara dan menjadi lambang khas Indonesia. Pedagang batik Jawa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak mendirikan usaha dan tempat tinggal di kawasan Laweyan (sekarang mencakup Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Tegalrejo, Sondakan, Batikan, dan Jongke). Tak jauh dari lokasi keraton, terdapat pasar tradisional Klewer. Pasar Klewer merupakan salah satu pasar batik terbesar di Indonesia. Di pasar ini kita dapat membeli aneka kerajinan dan oleh-oleh khas kota Surakarta dengan harga yang terjangkau dan dapat di tawar.
Bahasa daerah yang digunakan di Surakarta adalah bahasa jawa dialek Surakarta. Dialek ini berbeda sedikit dengan dialek-dialek Jawa yang digunakan di kota-kota lain seperti di Semarang maupun Surabaya. Perbedaannya berupa kosakata yang digunakan, ngoko (kasar), karma (halus), dan intonasinya. Bahasa Jawa dari Surakarta digunakan sebagai standar bahasa Jawa nasional (dan internasional, seperti di Suriname).
Beberapa makanan khas Surakarta antara lain adalah Nasi liwet, Nasi timlo, Nasi gudeg (yang lebih dikenal berasal dari Yogyakarta), Serabi Notosuman, Intip, Bakpia Balong, dan Jenang dodol khas Solo. Galabo adalah lokasi yang tepat untuk mencicipi makanan khas kota Solo dengan 75 aneka rasa makanan. Galabo ini adalah salah satu program pemerintah daerah Surakarta untuk menarik minat wisatawan pecinta kuliner. Galabo terletak tidak jauh dari lokasi Keraton dan dibuka khusus hanya untuk malam hari. Berbagai hidangan khas jawa dan Indonesia tersedia di sini dengan harga yang relative murah dan citarasa yang nikmat.
Untuk Anda pecinta seni dan budaya, pagelaran wayang Orang dapat disaksikan di taman hiburan Sriwedari pada malam harinya. Letaknya tidak jauh dari Keraton Surakarta dan dapat menggunakan becak untuk menuju ke lokasi tersebut. Wayang dimainkan oleh orang dengan nyayian dan tarian serta dialog yang lucu diiringi dengan gamelan. Cerita Wayang Orang diambil dari episode Kitab Mahabharata dan Ramayana. Saat pulang seusai pertunjukan anda dapat menikmati perjalanan santai menuju hotel dengan menggunakan andong dokar (delman).
Bagi Anda pecinta sejarah, Museum Sangiran dapat menjadi agenda wisata berikutnya untuk dikunjungi. Museum ini dapat ditempuh dari Solo kurang lebih selama 1 jam dengan menggunakan mobil atau bus. Museum ini memiliki koleksi sejumlah fosil yang ditemukan pada lapisan batu gamping di seputar wilayah Sangiran. Yang menarik dari museum ini adalah ditemukannya fosil dari manusia purba Solo (Homo Soloensis) yang hidup 600.000-150.000 tahun yang lalu. Fosil ini merupakan fosil manusia purba tertua di Indonesia. Selain fosil manusia purba, museum tersebut juga memamerkan koleksi fosil gigi, tanduk, tulang dan gading atau taring. Untuk menambah pengetahuan tentang manusia purba, museum mengajak pengunjung untuk menyaksikan film tentang sejarah asal muasal manusia di Sangiran Theatre.
Dari Sangiran perjalanan dilanjutkan menuju Candi Sukuh yang terletak di kaki gunung Lawu di Karanganyar. Perjalanan dapat ditempuh kurang lebih selama 2 jam. Candi ini sangat khas karena reliefnya sedikit erotis dan tidak sama dengan relief pada candi umumnya di Jawa. Relief pada candi tersebut menceritakan tentang kebaikan dan keburukan di dunia.
Bagi penggemar trekking, anda dapat berjalan mengambil rute dari Candi Sukuh menuju Air Terjun Grojogan Sewu. Air Terjun Grojogan Sewu cukup terkenal dan memiliki pemandangan yang menakjubkan.  Trekking melewati perkampungan lokal dengan pemandangan yang indah dan keramahan penduduknya menjadikan liburan lebih menarik. Berpetualang ke Tawang Mangu dapat ditempuh dalam waktu satu jam dari kota Solo dengan menggunakan mobil atau transportasi umum. Angkutan umum ini memiliki harga yang relative murah tidak lebih dari 20 ribu rupiah. Di Tawang Mangu banyak tersedia villa yang disewakan untuk berlibur, dan Anda dapat beristirahat dengan tenang di tengah semilir sejuk udara Tawang Mangu. Selamat berlibur!



Untuk selengkapnya Info wisata silahkan Hububgi ke :






PT. Indonesia Paradise Tours
Ruko Grand Bintaro Blok A-7
Jl. Bintaro Permai Raya, Bintaro
Pesanggrahan – Jakarta 12320
Hp. 08999282705 .
Tel.  +62 21 73885036, 7340682
Fax. +62 21 7341494
           - faris@indietours.co.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

About Us

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BALI-ku Kini…….!!


Bali dan Pulau Bali bukanlah hal baru bagi dunia pariwisata Indonesia, juga dunia. Bahkan, di manca negara Bali lebih dikenal dibandingkan Indonesia. Perbincangan tentang Bali pun bukan hal yang baru setahun-dua mendominasi pemberitaan media-media masa baik nasional maupun internasional. Bali telah ‘go-international’ sejak dulu kala. Bali secara sadar atau tidak telah menjadi ikon kepariwisataan Indonesia di mata dunia. Namun, bagaimanakah sesungguhnya Bali hari ini? Berikut adalah penuturan Yosef Ferdyana, kru Explore Indonesia, yang sempat menyambangi Bali selama 3 hari atas undangan seorang pemerhati kepariwisataan Bali, Ida Ayu Mas Agung, yang saat ini beraktivitas sebagai Anggota DPD-RI mewakili Provinsi Bali.
Bali Selayang Pandang
Sejak dahulu Bali dikenal sebagai Pulau Dewata atau pulaunya para dewa karena hampir seluruh penduduknya adalah pemeluk Agama Hindu, yang mempercayai adanya dewa. Keindahan alam yang kharismatik yang terpancar dari segenap sudut Pulau Bali, sangat mempesonakan. Memiliki panorama pantai yang indah serta kentalnya adat dan budaya masyarakatnya menjadikan Bali sebagai objek wisata yang mempunyai daya tarik tersendiri bagi setiap wisatawan.
Kesahajaan penduduknya serta ketaatan nan teguh kepada agama kepercayaannya demikian jelas terlihat oleh semua pengunjung pulau itu. Senyum dan sapa senantiasa terlontar untuk semua orang yang datang ke Bali, sambil beramai-ramai mereka melakukan acara keagamaan bersama. Udara yang sejuk serta harumnya wangi dupa membuat setiap orang selalu teringat kepadanya (Bali).
Saya pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Tempat demi tempat coba saya datangi. Mulai dari tempat keramaian hingga lokasi yang penuh ketenangan. Saya sempat menyambangi pantai-pantainya yang tak pernah sepi, restaurant-restaurant dengan aneka masakannya, hotel-hotel dengan beragam fasilitanya, pasar-pasar yang menjual keunikan hasil karya penduduknnya, hingga kekhusyukan di Pura, tempat para penduduknya sedang menjalani ritual keagamaan.
Bali Saat Ini
Akan tetapi, hati ini sedikit terusik dan bersedih melihat apa yang sesungguhnya terjadi di balik keglamoran Bali saat ini..! Banyak yang telah berubah, dan sayang sekali perubahan itu cenderung ke arah yang kurang menguntungkan, baik dari sisi pengembangan wisata maupun dari sisi kelestarian nilai-nilai budaya Bali.
Pura memang bisa dijadikan salah satu objek pariwisata di sana. Tetapi, setiap saat kita menyaksikan para wisatawan, baik lokal maupun asing, mereka masuk dengan menggunakan baju tanpa lengan walaupun pada bagian bawah menggunakan selendang berwarna. Coba bayangkan jika tempat ibadah kita dimasuki orang dengan hanya berpakaian minim seperti itu. Apa yang akan dilakukan? Hati ini bertanya, siapa yang seharusnya disalahkan..? Ini adalah tempat beribadah bukan sembarang tempat. Di mana sopan-santun kita terhadap tempat ibadah?
Selain itu, hotel-hotel dibangun begitu dekat dengan Pura. Pembangunan fasilitas wisata ternyata telah merusak alam dan juga mengganggu adat serta budaya masyarakat setempat. Penggusuran serta pengerukan bukit di beberapa tempat membuktikan masih ada tangan-tangan jahil yang tega melakukan ’pengrusakan’ di Bali. Sungai yang dahulunya jernih, kini keruh akibat ulah manusia. Sisi kanan-kiri sungai yang dulu hijau dan juga indah dengan air terjunnya, kini banyak dikeruk untuk mengambil batunya. Apakah Pemerintah Daerah setempat tidak mengetahuinya?
Baliku Sayang, Baliku Malang, Baliku Hilang..!!
Sehari setelah tiba di Bali, saya mendatangi rumah seorang wanita paruh baya. Beliau adalah ”Meme Bukit” (sebutannya) mempunyai nama lengkap Ni Nyoman Sipleg. Seampainya disana, Wanita berumur 50 tahun lebih ini memberikan buku berjudul ”Baliku Sayang, Baliku Malang, Baliku Hilang”. Apa gerangan yang ada di dalam buku tersebut?
”Saya bukan pemangku, bukan paranormal dan juga bukan dukun,” ucapnya. Lantas? Apa isi buku dengan judul memilukan itu? Dan, siapakah Beliau? Sambil menebak-nebak, saya beranikan diri membuka pembicaraan dengan Meme Bukit. Berikut adalah rangkuman pembicaraan Tim Eksplore Indonesia dengan Meme Bukit.
Konon katanya wanita ini telah dititahkan oleh Ida Bhatara sejak Tahun 1978 untuk melaksanakan penyelamatan Bali. Bisikan demi bisikan kerap ia dapati. Masih ingatkah kita akan kejadian Bom Bali beberapa Tahun Silam..? Beliau bercerita sebelum bom yang meledak pada bulan Oktober 2002, dirinya mendapat pawisik (bisikan gaib) dan sudah beberapa kali menghadap ”orang-orang gede” (para pejabat) di Bali kala itu. Tapi apa yang ia dapat, tidak ada yang mempercayai omongannya. Walaupun tidak ada yang mempercayainya, Meme Bukit tetap menjalani ritual agar kehancuran yang akan terjadi di Bali tidak terlalu besar.
Memang sebelum terjadinya bom, Meme Bukit melihat akan banyak darah, mayat, tangisan sedih memilukan dan anjing melolong panjang. ”Sudahlah, yang terjadi biarlah terjadi, nasi sudah menjadi bubur,” ucapnya dengan senyum dan air mata. Tapi menurutnya, ini adalah petunjuk betapa sayangnya Ida Bhatara (Tuhan Yang Maha Esa) kepada Bali. Karena tidak berhasil dengan cara halus, Ida Bhatara meminjam tangan almarhum Amrozy (tersangka pelaku bom Bali – red) untuk menjewer telinga orang Bali dengan tujuan agar bisa sadar akan semua kelakuan buruknya.
Untuk selalu ingat kepada Tuhan, Eling kepada Kawitan, tanah leluhurnya yang sudah kebablasan carut-marut. ”Saya lebih takut kepada yang memberi Urip (Tuhan) dari pada yang memberi saya uang,” ujar Meme Bukit. Ia pernah menolak uang sebesar Rp.100.000.000.00 dari seseorang. Meme Bukit kemudian memberikan kami foto sebuah batu yang mirip dengan Pulau Bali, konon dibawa oleh Yuyu (kepiting). Hanya saja, batu berbentuk Pulau Bali tersebut beberapa sisinya telah hilang/lenyap. Percaya atau tidak itu semua tergantung kepada diri kita masing-masing.
Bali dan Pengharapan
Di akhir pembicaraan, Meme Bukit berpesan untuk tidak terus-menerus merusak Bali ”Hentikan untuk mengeksploitasi laut, jangan geser atau bongkar Pura seenaknya dan Menjaga Genah Suci (Pura) serta jadikan orang Bali sebagai tuan rumah di tanahnya sendiri. Berilah perhatian lebih besar kepada anak-anak Bali,” kata wanita yang pernah dianggap orang gila/tidak waras ini. Sebelum semua ini bertambah buruk, marilah membangun Bali dengan memperhatikan kelestarian budaya mereka, demi Bali, Indonesia, dan anak cucu bangsa ini dimasa yang akan datang.
Terhadap harapan itu, tidaklah berlebihan jika kita menghimbau kepada segenap pengambil kebijakan di Bali maupun di tingkat Pemerintah Pusat, kiranya melakukan penataan ulang atas pola pembangunan kepariwisataan di Bali. Bahkan sebelum terlanjur terjadi degradasi kondisi alam dan keunikan budaya-budaya di tanah air, perlu sekali perencanaan pembangunan pariwisata secara nasional yang berorientasi masyarakat setempat dan pelestarian lingkungan hidup. (Yosef Ferdyana & Wilson Lalengke)



Untuk selengkapnya Info wisata silahkan Hububgi ke :






PT. Indonesia Paradise Tours
Ruko Grand Bintaro Blok A-7
Jl. Bintaro Permai Raya, Bintaro
Pesanggrahan – Jakarta 12320
Hp. 08999282705 .
Tel.  +62 21 73885036, 7340682
Fax. +62 21 7341494
           - faris@indietours.co.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SUA BALI

Mengenal Sambil Merasakan Pesona Bali



Bali adalah sebuah fenomena. Pulau kecil di wilayah tengah-selatan Indonesia itu bahkan telah menjadi legenda di setiap pelosok dunia. Namanya harum menyebar di seantore bumi, hingga setiap orang memimpikan berada di Bali suatu saat nanti. Jadilah Bali yang oleh umum dijuluki Pulau Dewata itu menjadi tujuan wisata utama di nusantara oleh para pelancong, terutama bari wisatawan manca negara. Ketenaran Bali bahkan jauh melampaui kepopuleran negara bernama Indonesia.
Namun, ketika mimpi menjadi nyata, ketika kita benar-benar menginjakan kaki di Bali, haruskah para pelancong itu pulang tanpa kesan apapun tentang negeri para dewa sepulang dari sana? Apakah para turis cukup menikmati saja Bali dari kejauhan di hotel-hotel, dari bus-bus wisata, atau sekedar tiduran di pasir pantainya? Tiadakah sesuatu “nilai hidup” dari Bali yang bisa dibawa pulang kecuali berbagai souvenir dan cendramata buatan anak pulau itu? Hal inilah yang menjadi salah satu kegusaran dari Ibu Ida Ayu Agung Mas, seorang pemerhati dan praktisi budaya Bali, yang sehari-harinya bekerja sebagai dosen di Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Ia kemudian membangun sebuah gagasan besar: hendaknya setiap wisatawan yang berkunjung ke Bali dapat merasakan nuansa budaya dan kehidupan nyata orang Bali. Untuk mewujudkan ide tersebut, Ibu Mas (panggilan akrabnya) meluncurkan sebuah program kepariwisataan yang disebut PIR.
PIR adalah singkatan dari Pariwisata Inti Rakyat, merupakan sebuah konsep pariwisata yang dijadikan program utama oleh Ibu Mas, yang saat ini juga menjabat sebagai Anggota DPD-RI mewakili Provinsi Bali, dalam mengembangkan usaha kepariwisataan di Bali. PIR menyajikan nuansa obyek pariwisata yang amat berbeda dibandingkan dengan obyek pariwisata pada umumnya, baik di Bali maupun di luar Bali. Tempat wisata yang menerapkan konsep PIR memberikan layanan wisata sambil mengenal, merasakan dan bahkan melakoni apa Bali itu sesungguhnya.
Sua Bali, itulah nama salah satu tempat yang dikelola oleh Ibu Mas dengan menerapkan konsep kepariwisataan pola PIR. Di Sua Bali, setiap pengunjung dikenalkan dengan budaya dan adat istiadat Bali, merasakannya, menikmatinya. Sua Bali berlokasi di Banjar Medahan, Desa Kemenuh, Kab. Sukawati, Gianyar – Bali. Lokasi ini dapat dijangkau dengan berkendaraan sejauh 36 kilometer dari Ngurah Rai Airport, atau 21 km dari Denpasar, atau hanya 7 km dari Ubud. Kompleks wisata Sua Bali mulai dibangun pada tahun 1986.
Sua Bali merupakan objek wisata yang pantas diacungi jempol, dan patut menjadi contoh pengembangan kepariwisataan di tanah air. Program-program wisata yang disuguhkan di tempat ini bersifat simpatik, mendidik, dan amat berguna bagi para pengunjungnya, terutama para wisatawan asing. Kehangatan dan keakraban amat terasa selama kami (kru E-I) berada di sana. Dari banyak objek wisata yang tersebar di Bali, di Sua Bali kita akan mendapat kesan dan pengalaman unik yang benar-benar berbeda.
Pariwisata Inti Rakyat
Hakekatnya, Pariwisata Inti Rakyat (PIR) adalah sebuah program wisata berbasis masyarakat (rakyat) setempat. Inti pemikiran yang dikembangkan melalui pola PIR tersebut adalah melibatkan secara aktif masyarakat lokal di tempat wisata dengan segala potensi kebudayaan termasuk adat-istiadat dan pola kehidupan kemasyarakatannya, serta memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk mengenal, memahami, merasakan, bahkan mengalami suasana hidup masyarakat lokal secara alamiah. Dengan pola PIR, masyarakat diberdayakan dan menjadi subyek utama pariwisata, dan wisatawan dapat memperoleh manfaat yang bersifat kebudayaan dari masyarakat di lokasi wisata yang dikunjunginya.
Sebagai implementasi dari program PIR tersebut, Ibu Ida Ayu Agung Mas telah menyiapkan beberapa program utama di Sua Bali yang diberikan kepada setiap wisatawan, baik lokal maupun manca negara. Secara garis besar, program yang sudah dijalankan selama lebih dari duapuluh tahun itu adalah seperti diuraikan berikut ini.
Belajar Bahasa
Khususnya bagi para wisatawan asing yang berkunjung ke Sua Bali, mereka mendapatkan pendidikan untuk belajar bahasa Indonesia dan juga bahasa lokal (Bahasa Bali). Seperti pola pengajaran bahasa bagi para pemula, program belajar bahasa di Sua Bali dilakukan senyaman mungkin, tanpa kesan guru-menggurui. Kegiatan belajar bahasa diupayakan berjalan alami, selayaknya anak kecil yang sedang belajar bicara bahasa ibunya. Namun, kegiatan belajar dibuat seprofesional mungkin agar tetap terarah dan mencapai sasaran yang diharapkan dari program tersebut. Untuk itu, para pengajarnya berupaya mengajar dan melatih dengan penuh keakraban dan kesabaran. Tanya-jawab menjadi menu percakapan utama di setiap pertemuan dan kegiatan belajar bahasa. Bagi wisatawan nusantara yang ingin berwisata sambil belajar Bahasa Bali, Sua Bali dapat menjadi pilihan.
Memasak
Awal matahari terbit disambut dengan udara pagi yang sejuk, para pengunjung sudah bersiap-siap untuk pergi kepasar berbelanja sayur-mayur. Ini merupakan program pendidikan untuk belajar memasak makanan khas Bali. Di program yang satu ini para wisatwan memulai dengan memilih sayuran sampai tawar-menawar harga sayur-mayurnya. Setelah bahan-bahan untuk menu yang akan dibuat nantinya sudah terlengkapi. Para pengunjung pulang kembali ke Sua Bali untuk seterusnya diolah menjadi santapan yang sangat lezat utnuk dinikmati bersama.  
Kerajinan Tangan dan Kebudayaan Bali
Program yang satu ini memang agak sedikit sulit dari program-program yang ada yaitu mencoba untuk memahami dan membuat sebuah kerajinan tangan yang unik. Berawal dengan membuat sketsa untuk patung yang akan dibuat dan mulai memahat secara perlahan. ”Ternyata tidak mudah untuk membuat sebuah patung,” guman hati ini. Wajarlah jika harga suatu kerajinan tangan khas Bali (dan di manapun) tidak murah. Akan tetapi, walau hasilnya tidak seperti yang diinginkan, mereka (wisatawan) terlihat begitu antusias dan senang dalam mengikuti program ini.
Selain itu, serangkaian dengan program ini para wisatawan diajak untuk mengenal lebih dekat lagi kebudayaan masyarakat Bali yang ada di sana, termasuk yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan. Seperti bagaimana cara penduduk Bali melakukan Ibadah di Pura. Suatu upacara keagamaan yang sangat mempesona, jika kita melihat para penduduknya yang datang beramai-ramai. Seni Tari Bali pun juga bisa kita pelajari disini. Sampai-sampai di Sua Bali ada pasangan yang sedang merayakan ulang tahun pernikahannya dengan menggunakan pakaian pengantin ala Bali loh.....!!! Dimana halnya seperti perayaan pernikahan pada umumnya, kedua pasangan ini duduk bersanding di temani oleh dayang-dayang kecil. Ucapan selamat serta tawa riang begitu tampak jelas terasa.
Keliling Pulau Bali
Dengan di pandu oleh pemandu (guide) profesional, para pengunjung Sua Bali diajak berkeliling. Mulai dari melihat keindahan serta keramaian pantai, berwisata rohani ke Pura hingga berbelanja buah tangan di pasar-pasar seni/tradisional. Pada beberapa kesempatan, Sua Bali juga menawarkan program jalan-jalan keliling Pulau Bali.
Penginapan yang Unik
Di Sua Bali, wisatawan disuguhi suasana rumah orang Bali. Para pengunjung merasakan dan mengalami hidup selayaknya masyarakat Bali. Menginap di sini tidak seperti menginap di hotel-hotel yang ada di Pulau Bali. Bentuk penginapan yang unik dipadu dengan desain interior khas Bali. Tempat tidur yang terbuat dari bambu lengkap dengan kelambu, sebuah konsep pedesaan yang begitu kental. Dikelilingi hijaunya pepohonan serta warna-warni bunga yang tumbuh begitu menyejukkan hati. Suasana malam dengan nyanyian binatang malam, menandakan sebuah kecerian alam yang tak pernah henti.
Terdapat aula pertemuan yang berada paling tinggi dari antara ruang-ruang penginapan; sebuah tempat untuk kita santai sambil bercuap-cuap kata satu dengan yang lain. Adapun tempat yang paling sering digunakan untuk santai adalah bangunan berwarna merah. Tempat ini, selain sebagai tempat untuk belajar memasak atau dapur, terdapat sebuah meja bundar dengan beberapa bangku. Tempat inilah yang menjadi favorite para wisatawan yang berkunjung. Karena tempat ini mempunyai suasana yang sangat berbeda, kita bisa bersua sambil ditemani kue-kue kecil dan secangkir teh atau kopi hangat. Kehangatan keluarga yang begitu terasa jika kita berada tempat ini. Di bagian luar terdapat sebuah bale-bale yang juga sering digunakan untuk ngobrol sambil bermain gitar dan bernyanyi.
Yang membuat kita semakin merasa nyaman, dihargai, dan dihormati di Sua Bali adalah dimana pemilik dari tempat ini selalu menemani kita selama kita berkunjung di sana. Sangat jarang atau mungkin tidak ada tempat wisata lainnya yang jika kita berwisata atau menginap hampir seharian penuh kita ditemani oleh sang pemilik atau yang ditugaskan. ”Bila saya sedang di sini, saya selalu menyempatkan menemani para pengunjung, mulai dari mengajarkan mereka bahasa, cara memasak hingga bersenda-gurau,” ujar Ibu Mas (penggagas sekaligus pemilik Sua Bali). Terkadang, menurutnya, jika kita sudah keasyikan ngobrol, sampai-sampai tidak ingat waktu. “Walau mata ini sudah ngantuk, tapi kalau para pengunjung masih ingin berbagi cerita masa’ harus ditinggalkan..? Saya memang menerapkan konsep seperti ini. Seperti keluarga besar yang sedang kumpul bareng.” tambahnya dengan senyum.
Pengabdian bagi Masyarakat Lokal
Jika malam hari tiba, di halaman Sua Bali terdapat pasar rakyat sederhana. Para pedagang di pasar tersebut adalah masyarakat sekitar. Mereka menjual berbagai macam kue-kue khas bali dan juga souvenir hasil buatannya. Ini adalah salah satu bagian dari program pemberdayaan masyarakat lokal, yang merupakan implementasi PIR.
Karyawan di Sua Bali juga merupakan penduduk sekitar. Di sini para penduduk diajarkan bahasa Inggris. Hal ini dilakukan agar penduduk setempat bisa saling berkomunikasi dengan para wisatawan asing. Selain mendapatkan penghasilan mereka juga mendapatkan sebuah piagam penghargaan. ”Saya sangat bangga bisa membantu mereka. Pada saat Sua Bali ini dibangun, penduduk sekitarlah yang saya ambil. Sampai bahan-bahan yang dipakai untuk pembangunannya, semua kita beli dari penduduk sekitar,” imbuh Ibu Mas, yang memang terkenal memiliki jiwa sosial yang tinggi dan selalu ingin membantu meningkatkan ekonomi masyarakatnya.
Salah satu hal positif yang dikembangkan di Sua Bali yakni adanya program donasi setiap pengunjung yang diperuntukan bagi desa. Setiap turis asing ditarik sumbangan sebesar USD 1 per malam. Sumbangan tersebut kemudian diserahkan ke pengurus desa untuk digunakan bagi keperluan pembangunan desa, termasuk pemeliharaan tempat-tempat ibadah dan membiayai kegiatan festival keagamaan di wilayah tersebut.
Berdasarkan program “wisata alternative” yang diterapkan di sana, tidak heran jika Sua Bali meraih penghargaan dari Lingkar Studi Pariwisata dan Pembangunan yang berbasis di Jerman. Penghargaan itu adalah “First International Award for Socially Responsible Tourism” yang diterima Ibu Ida Ayu Agung Mas pada Maret 1996, dua belas tahun lalu.
Tidak berlebihan kiranya jika kita berharap kepada para pengambil kebijakan kepariwisataan di tanah air untuk belajar dari konsep brilliant Sua Bali, hasil kreativitas anak negeri yang selama ini luput dari perhatian pemerintah. Hal tersebut amat penting agar dunia pariwisata Indonesia kembali ke jati dirinya, memelihara dan melestarikan keaslian dan keluhuran budaya bangsanya, tidak tercerabut oleh derasnya pengaruh sistim kepariwisataan global yang mengutamakan kapital yang menafikan potensi masyarakat lokal.
Sua Bali, secara personal engkau telah menyajikan sesuatu yang amat bermakna di hati kami (kru E-I) walau hanya beberapa hari saja di tempatmu. Sua Bali telah mengajarkan banyak hal tentang hidup dan kehidupan masyarakat Bali, termasuk religiusitas yang amat kental terasa selama bersamamu. Lingkungan sosial masyarakat yang tetap alami walau setiap hari bersentuhan dengan pola pikir dan budaya orang asing yang mengunjungi lokasi wisata ini. Sua Bali, bersama konsep Pariwisata Inti Rakyatnya, sebuah inspirasi yang seharusnya jadi roh bagi pengembangan setiap lokasi wisata di tanah air, bahkan di manapun juga. Sua Bali, khan kami kenang dikau hingga jauh ke seberang lautan, bahkan ke kedalaman mimpi-mimpi. (Wilson Lalengke & Yosef Fedyana)


Untuk selengkapnya Info wisata silahkan Hububgi ke :






PT. Indonesia Paradise Tours
Ruko Grand Bintaro Blok A-7
Jl. Bintaro Permai Raya, Bintaro
Pesanggrahan – Jakarta 12320
Hp. 08999282705 .
Tel.  +62 21 73885036, 7340682
Fax. +62 21 7341494
           - faris@indietours.co.id


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HAJAT LAUT DI PANGANDARAN

Balas Budi Atas Karunia Alam Ala Nelayan



Segala seuatu yang telah kita raih, wajib untuk kita berucap syukur kepada sang pemberi. Hal inilah yang dilakukan oleh para nelayan di kawasan Pantai Pangandaran. Sebagai ucapan terima kasih, mereka (nelayan) menggelar acara Sukuran Nelayan, yang oleh masyarakat setempat lebih populer dengan istilah ”Hajat Laut”. Pantai Pangandaran adalah salah satu obyek wisata yang cukup populer di masyarakat Indonesia maupun manca negara. Lokasinya di bagian selatan Jawa, masuk dalam wilayah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Untuk mencapai tempat ini, hanya diperlukan waktu tidak lebih dari 2 jam dari Kota Ciamis, atau sekitar 5 jam dari Bandung.
Alasan diadakannya acara Syukuran Nelayan tersebut amat sederhana, yakni untuk memberikan persembahan berupa sesajian kepada penguasa Pantai Selatan yang telah memberikan kemakmuran kepada para nelayan selama ini. Mereka bersyukur dan berterima kasih atas semua kekayaan yang dilimpahkan di perairan laut di selatan pulau Jawa itu. Secara umum, acara yang diadakan pada setiap bulan Suro (penanggalan Jawa) itu amat meriah, dihadiri oleh puluhan bahkan ratusan ribu orang. Acara hajat laut tahun 2009 ini dilaksanakan pada hari Senin, 26 Januari silam.
Sebelum para nelayan membawa sesaji ke tengah laut, diadakan doa terlebih dahulu seperti pembacaan Ayat Suci Al Qur’an dan pembacaan Yasin. Karena hanya kepada-Nyalah kita berserah atas semua yang telah diberikan. Acara yang dilaksanakan rutin setiap tahunnya ini juga mempunyai makna agar semua penduduk pantai mendapat keselamatan bilamana mereka mengambil sumber daya alam yang ada dipantai selatan tanpa harus merusaknya.
Setelah seluruh rangkaian acara doa selesai, saat yang ditunggu-tunggu oleh para nelayan inipun tiba. Sekitar 12 Jempana (sesaji) mulai diturunkan ke pinggir laut. Beberapa sesaji yang berisikan kepala kerbau dan kambing untuk dihanyutkan ke tengah laut. Satu persatu jempana mulai dinaikan ke atas perahu besar (bermotor) dan selanjutnya dibawa ketengah laut. Secara serentak para nelayan mulai mengikuti perahu besar yang berisi sesaji tersebut. Layaknya seperti di lintasan balap, para perahu nelayan mencoba untuk melaju cepat, merapat ketat ke perahu besar, mengawal jempana utama hingga ke lokasi yang sudah ditentukan di kejauhan laut.
Sesampainya di lokasi tujuan di tengah laut, jempana tersebut satu persatu mulai diturunkan dari perahu untuk kemudian ditenggelamkan. Keriangan para nelayan terlihat, terpancar dari mimik syukur, mata yang berbinar, dan suara riuh di antara mereka. Seketika, mereka dengan membawa sebuah ember berloncatan ke tengah laut untuk lebih mendekat dengan jempana utama. Setelah jempana dilepas dan perlahan tenggelam, para nelayan berebut air laut di sekitar jempana itu tenggelam untuk seterusnya diguyurkan ke perahu mereka masing-masing. Konon, dengan cara seperti ini diharapkan selama satu tahun ke depan para nelayan bisa mendapat keberkahan dengan hasil tangkapan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Setelah semua proses selesai, merekapun kembali pulang dan berharap apa yang telah mereka lakukan hari ini bisa menjadi pertanda syukur mereka kepada pencipta dan pemberi berkah.
Serangkaian dengan acara utama menghayutkan sesaji di lautan, kegiatan Syukuran Nelayan ini juga dimeriahkan dengan perlombaan serta acara budaya lainnya. Ada acara panjat pinang dan tangkap bebek di laut. Selain itu, ditampilkan berbagai kesenian tradisional, seperti tari-tarian, musik tradisional, dan marching band. Ada acara dangdutannya juga loohh... Para nelayan berharap acara ini bisa terus berlangsung hingga anak-cucu mereka nanti. Oleh karena itu, diharapkan khususnya Pemda setempat untuk terus mendukung pelaksanaan acara tahunan ini. Event ini merupakan sebagai tujuan wisata budaya yang sangat menarik untuk dikunjungi, baik bagi para wisatawan lokal maupun asing. (Yosef Ferdyana & Naswardi)


Untuk selengkapnya Info wisata silahkan Hububgi ke :






PT. Indonesia Paradise Tours
Ruko Grand Bintaro Blok A-7
Jl. Bintaro Permai Raya, Bintaro
Pesanggrahan – Jakarta 12320
Hp. 08999282705 .
Tel.  +62 21 73885036, 7340682
Fax. +62 21 7341494
           - faris@indietours.co.id


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS